"Rokok Kretek, Budaya Bangsa yang Terpinggirkan"


Museum rokok kretek (foto: rcti)

Forum Masyarakat Industri Rokok Kecil Indonesia tetap bersikeras bahwa rokok kretek merupakan budaya bangsa. Bahkan, kini budaya bangsa itu kian terpinggirkan dengan pabrikan rokok filter, mild, dan rokok putih.

"Ada perang bisnis. Rokok Kretek itu hanya bisa diproduksi di Indonesia. Dengan melibatkan tenaga kerja yang tidak sedikit dan rokok kretek itu sangat diminati di luar negeri. Karena itu dianggap musuh dari rokok putih, rokok mild, rokok filter yang dikerjakan dengan mesin, maka industri rokok kretek harus dimatikan," kata Wahyu Widayat Sekjen Forum Masyarakat Industri Rokok kecil Indonesia saat dihubungi okezone, Rabu 08/06/2011).

Kata Wahyu salah satu cara untuk mematikan industri rokok kretek adalah dengan ketentuan batas TAR yang tidak boleh tinggi sehingga harus dikurangi cengkehnya. Dari ketentuan yang seperti ini maka yang diuntungkan jelas pengusaha besar yang bisa menciptakan mild, rokok putih yang produksinya tanpa melibatkan tenaga kerja yang banyak.

"Padahal kretek itu adalah warisan budaya. Dan lagi kalau kretek dilihat dari dampak kesehatan sebenarnya jauh lebih berbahaya rokok filter," ujar Wahyu.

Alasannya pada rokok filter, menurut Wahyu banyak zat kimia yang harus dicampurkan. Sedangkan kalau kretek sangat alami sekali. Hanya tembakau cengkeh.

Kondisi ini semakin diperparah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 203 yang tentang kebijakan pemerintah  yang menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 7 persen. Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok dan mencapai target penerimaan dari cukai.

"Regulasi itu muncul juga karena tekanan dari LSM anti rokok. Sejak itu, kami sebenarnya membuka ruang lebar untuk berdialog dengan mereka. Namun sampai sekarang tidak pernah kesampaian," ujar Wahyu.

Posting Komentar